BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kondisi keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan
termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di
bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut
mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional
masih sangat rendah. Indonesia
akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan
pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan
perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping
perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau
aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat
manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah
menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor
keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan
dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar
bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan
keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan
ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh
seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal
tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah
ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di
masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat,
memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta
memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat
kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha,
tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak
lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK)
dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan
kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka
kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa
pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor
penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta
keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko
kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan
kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat
dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan
pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan
karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan
berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat
meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan
mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat
memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan
dan kesehatan kerja.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan penjelasan pada
latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah bagaimana peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja
dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan
kerja.
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dalam menangani korban
kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan
keselamatan kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Keselamatan Kerja
Keselamatan
Dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem manjemen secara keseluruhan yang
meliputi struktur organisasi, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian,
pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan efektif.[2]
Gambar 1.1 Logo K3 (Kesehatan
Keselamatan Kerja)
2.2
Tujuan Keselamatan Kerja
Menciptakan
suatu sistim keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan
unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi
dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan efektif. [2]
2.3
UU Tentang K3
Undang-Undang
yang mengatur K3 adalah sebagai berikut[1] :
a) Undang-undang
No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang-Undang
ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat kerja dan pekerja
dalam melaksanakan keselamatan kerja.
b) Undang-undang
nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
Undang-
Undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan berkewajiban memeriksakan
kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang baru maupun
yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan
yang diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala.
Sebaliknya para pekerja juga berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD)
dengan tepat dan benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan
kerja yang diwajibkan. Undang-undang
nomor 23 tahun 1992, pasal 23 Tentang Kesehatan Kerja juga menekankan
pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh
produktifitas kerja yang optimal. Karena itu, kesehatan kerja meliputi
pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat
kesehatan kerja.
c) Undang-undang
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang
ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan mulai
dari upah kerja, jam kerja, hak maternal, cuti sampi dengan keselamatan dan
kesehatan kerja.
Sebagai
penjabaran dan kelengkapan Undang-undang tersebut, Pemerintah juga mengeluarkan
Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden terkait penyelenggaraan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), diantaranya adalah :
·
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan
Minyak dan Gas Bumi
·
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973
tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida
·
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1973
tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan
·
Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993
tentang Penyakit Yang Timbul Akibat Hubungan Kerja
2.4
Sertifikasi ISO 45001
a.
Ikhtisar ISO 45001:2018
ISO 45001 adalah Standar Internasional yang menentukan
persyaratan untuk sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (OH&S),
dengan panduan penggunaannya, untuk memungkinkan sebuah organisasi memperbaiki
kinerja K3 secara proaktif dalam mencegah Kecelakaan Kerja dan dampak buruk
bagi kesehatan.
ISO 45001 dimaksudkan untuk diterapkan pada organisasi
manapun tanpa memperhatikan ukuran, jenis dan sifatnya. Semua persyaratannya
dimaksudkan untuk diintegrasikan ke dalam proses manajemen organisasi sendiri.[5]
Peningkatan
perdagangan global memunculkan tantangan baru dalam hal kesehatan dan keselamatan,
yang mendorong adanya kebutuhan akan standar sistem manajemen K3 internasional,
guna memampukan tolok ukur global dan meningkatkan standar kesehatan dan
keselamatan di tempat kerja. Untuk alasan inilah, ISO mengembangkan standar
internasional yang akan dapat diterapkan pada berbagai organisasi seberapa pun
besarnya, di segala sektor atau lokasi.
Pada Maret 2018,
ISO 45001 dipublikasikan untuk meningkatkan konsistensi global dan menjadikan
tempat kerja lebih aman dan lebih sehat untuk semua pihak. OHSAS 18001 akan
ditarik dengan dipublikasikannya ISO 45001:2018 dan terdapat periode
perpindahan tiga tahun sejak tanggal publikasi.[4]
Gambar
1.2 Logo OHSAS 18001 dan ISO 14001
b.
Manfaat ISO 45001:2018
Proses dan
kendali K3 yang lebih kuat, keterlibatan lebih besar, dan integrasi mudah. ISO
45001 akan mendorong pengembangan proses sistematis yang, mengingat konteksnya
yang lebih luas, akan mempertimbangkan risiko, peluang, persyaratan hukum, dan
banyak lagi, yang akan membantu menanamkan K3 dengan kokoh pada inti organisasi
guna memperbaiki kinerja K3.
Para pekerja
akan mengambil peran aktif dalam K3, yang membantu mengurangi hilangnya waktu
akibat kecelakaan atau penurunan kesehatan – sehingga menciptakan lingkungan
kerja yang lebih baik bagi karyawan Anda dan mengurangi biaya serta waktu henti
dalam proses.
Struktur Tingkat
Tinggi Annex SL yang digunakan ISO dalam standarnya yang baru dan direvisi
menjadikan integrasi kendali sistem manajemen menjadi satu ‘sistem manajemen
bisnis’ jauh lebih mudah, yang dapat membantu mengurangi beban dan upaya ganda.[4]
Berikut adalah
beberapa manfaat penerapan ISO 45001[5] :
·
Sistem manajemen
K3 berbasis ISO 45001 akan memungkinkan sebuah organisasi memperbaiki
kinerjanya dengan:
·
Mengembangkan
dan menerapkan Sistem Manajemen untuk mengurangi atau
·
meminimalisir
kecelakaan kerja atau sakit akibat kerja
·
Membangun proses
sistematis terkait dengan K3 yang mempertimbangkan “konteksnya” dan yang
memperhitungkan risiko dan peluangnya, dan persyaratan hukum dan lainnya
·
Menentukan
bahaya dan risiko yang terkait dengan aktivitasnya dan berusaha untuk
menghilangkannya , atau melakukan kontrol untuk meminimalkan dampak potensial
resiko dan bahayanya.
·
Menetapkan
pengendalian operasional untuk mengelola risiko K3 dan persyaratan hukum dan
lainnya
·
Meningkatkan
kesadaran akan risiko K3
·
Mengevaluasi
kinerja K3 dan berusaha untuk memperbaikinya, melalui tindakan yang tepat
·
Memastikan
pekerja berperan aktif dalam masalah K3
·
Memaksimalkan
Efektifitas dan Efisiensi pekerja dan alat dengan mengurangi downtime karena
cedera atau sakit akibat kerja
·
Membuka Pasar
baru terutama bagi customer yang mensyaratkan K3
·
Memenuhi
persyaratan Tender, dll
·
Meningkatkan
kepatuhan terhadap peraturan dan perundangan dan mencegah permasalahan yang
ditimbulkannya
·
Mengurangi
keseluruhan biaya insiden
·
Mengurangi
downtime dan biaya gangguan operasi
·
Mengurangi biaya
premi asuransi
·
Mengurangi
ketidakhadiran dan tingkat turnover karyawan
2.5
Alat Keselamatan Kerja
Pengamanan sebagai
tindakan keselamatan kerja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan digolongkan
sebagai berikut[3]:
a) Pelindung diri;
meliputi pelindung mata, tangan, hidung, kaki, kepala, dan telinga.
Gambar 1.3
Beberapa Alat Pelindung Diri
b) Pelindung
mesin, sebagai tindakan untuk melindungi mesin dari bahaya yang mungkin timbul
dari luar atau dari dalam atau dari pekerja itu sendiri
c) Alat
pengaman listrik, yang setiap saat dapat membahayakan.
d) Pengaman
ruang, meliputi pemadam kebakaran, sistem alarm, air hidrant, penerangan yang
cukup, ventilasi udara yang baik, dan sebagainya.
2.6
Penyebab Terjadinya Kecelakaan
Kecelakaan
yang sering terjadi diakibatkan oleh
lebih dari satu sebab. Kecelakaan dapat dicegah dengan menghilangkan hal - hal
yang menyebabkan kecelakan tersebut. Ada dua sebab utama terjadinya suatu
kecelakaan. Pertama, tindakan yang tidak aman. Kedua, kondisi kerja yang tidak
aman. Orang yang mengalami kecelakaan luka – luka sering kali disebabkan oleh
orang lain atau karena tindakannya sendiri yang tidak menunjang keamanan.
Berikut beberapa contoh tindakan yang tidak aman, antara lain:
· Memakai
peralatan tanpa menerima pelatihan yang tepat
· Memakai
alat atau peralatan dengan cara yang salah
· Tanpa
memakai perlengkapan alat pelindung, seperti kacamata pengaman, sarung tangan
atau pelindung kepala jika pekerjaan tersebut memerlukannya
· Bersendang
gurau, tidak konsentrasi, bermain-main dengan teman sekerja atau alat
perlengkapan lainnya.
· Perilaku
terburu – buru untuk melakukan pekerjaan dan membawa sesuatu yang berbahaya di
tempat kerja
· Membuat
gangguan atau mencegah orang lain dari pekerjaannya atau mengizinkan orang lain
mengambil alih pekerjaannya, padahal orang tersebut belum mengetahui pekerjaan
tersebut.
2.7
Cara Pengendalian Ancaman Bahaya Kesehatan Kerja
· Penanganan
mekanisme : merubah prosedur kerja, menutup atau mengisolasi bahan – bahan
berbahaya, menggunakan pekerjaan otomatis, melaukancara kerja basah dan
ventilasi udara.
· Pengendalian
administrasi : mengurangi waktu pajanan, menyusun peraturan keselamatan dan
kesehatan, memakai alat pelindung, memasang tanda – tanda peringatan, membuat
daftar data bahan-bahan yang aman, melakukan pelatihan sistem penangganan
darurat.
· Pemantauan
kesehatan : melakukan pemeriksaan kesehatan.
2.8
Jenis-jenis Kecelakaan pada Industri Manufaktur
Dibawah ini adalah beberapa contoh
kecelakaan di industri manufaktur:
a.
Terjepit, terlindas
b.
Teriris, terpotong
c.
Jatuh terpeleset
d.
Tertabrak
e.
Berkontak dengan bahan yang berbahaya
f.
Terjatuh, terguling
g.
Kejatuhan barang dari atas
h.
Terkena benturan keras
i.
Terkena barang yang runtuh, roboh
Beberapa
hal berbahaya di industri manufaktur adalah mengendalikan mesin atau peralatan
dengan tenaga besar, mesin atau peralatan tersebut dapat beroperasi secara
otomatis atau setengah otomatis atau beroperasi dengan menggunakan bahan kimia yang
korosif. Kecelakaan kerja yang terjadi terbagi dalam 3 golongan bahaya, yaitu:
bahaya kimia, bahaya fisik dan bahaya ergonomik.
·
Bahaya kimia: terhirup atau kontak kulit
dengan cairan metal, cairan non metal, hidrokarbon, debu, uap steam, asap, gas
dan embun beracun
·
Bahaya fisik: suhu lingkungan yang
ekstrim panas dingin, radiasi non pengion dan pengion, bising, vibrasi dan
tekanan udara yang tidak normal.
·
Bahaya ergonomik: bahaya karena
pencahayaan yang kurang, pekerjaan pengangkutan dan peralatan.
2.9
Jumlah Pegawai Efektif
Untuk
pegawai yang bekerja di perusahaan ini dibagi menjadi 2, yaitu;
a. Pegawai
Reguler
Pegawai yang tidak
terlibat langsung dalam kegiatan produksi dan pengamanan pabrik. Untuk jumlah
pegawai ini meliputi beberapa departemen seperti;
·
Departemen HRD (Human Resources Development)
·
Departemen GA (General Accounting)
·
Departemen Marketing
·
Departemen Produksi
·
Departemen Engineering
·
Departemen SHE (Safety Health and Environment)
·
Departemen QC (Quality Control)
·
Departemen Logistik
Dari
kedelapan departemen tersebut diatas memilki 1 Manager, 1 Supervisor dan 2 Leader.
Sehingga jika dijumlah menjadi:
[8 departemen x (1+1+2) = 32 Pegawai Reguler]
Dan
ditambah oleh 3 anggota Leader departemen HRD, Marketing, GA dan SHE. Sehingga
jika dijumlah menjadi:
[3 anggota x 2 leader x 4 departemen = 24 Pegawai
Reguler]
Maka
jumlah pegawai reguler di pabrik ini adalah;
[32 + 24 = 56 Pegawai Reguler]
b. Pegawai
Shift
Pegawai yang terlibat
langsung dalam kegiatan produksi dan pengamanan pabrik. Di pabrik ini memiliki
3 shift untuk 1 harinya, dan memiliki 1 shift yang libur disatu hari itu
sendiri. Untuk jumlah pegawai shift, tidak di semua departemen selalu ada,
hanya beberapa pegawai saja yang termasuk dalam pegawai shift. Diantaranya
adalah:
·
Pegawai shift Departement Produksi
Ada 10 pegawai di
setiap shift. Jadi apabila dijumlah berarti:
[10 pegawai x 4
shift = 40 pegawai shift produksi]
·
Pegawai shift Departemen Engineering
Ada 5 pegawai disetiap
shift. Jadi apabila dijumlah berarti:
[5 pegawai x 4
shift = 20 pegawai shift engineering]
·
Pegawai shift Departemen QC
Ada 3 pegawai disetia shift. Jadi
apabila dijumlah berarti:
[3 pegawai x 4
shift = 12 pegawai shift QC]
·
Pegawai shift Departemen Logistik
Ada 10 pegawai di setiap shift. Jadi
apabila dijumlah berarti:
[10 pegawai x 4
shift = 40 pegawai shift logistik]
Maka jumlah pegawai shift di pabrik ini
adalah:
[40 + 20 + 12 +
40 = 112 Pegawai Shift]
Dan apabila
Pegawai Reguler dan Pegawai Shift dijumlah menjadi:
[56
Pegawai Reguler + 112 Pegawai Shift = 168 Pegawai]
2.10
Batas Waktu Kerja Pegawai Efektif
Untuk pembatasan waktu
kerja karyawan juga dibagi 2, yaitu:
a.
Pegawai Reguler
Waktu kerja pegawai
reguler adalah sebagai berikut:
Hari Senin – Kamis :
08:00 – 17:00
Istirahat : 12:00 – 13:00
Hari Jumat : 08:00 – 17:00
Istirahat : 11:30 – 13:00
Hari Sabtu dan Minggu
libur
b.
Pegawai Shift
Waktu kerja pegawai
shift adalah sebagai berikut:
Shift 1 : 08:00 –
16:00
Istirahat : 12:00 – 13:00
Shift 2 : 16:00 –
24:00
Istirahat : 18:00 – 19:00
Shift 3 : 00:00 –
08:00
Istirahat : 05:00 – 06:00
2.11
Nama Perusahaan dan Tempat Beroperasi
Nama perusahaan
yang direncanakan adalah PT. Sumi Asih (Oleochemical
Industry) dan akan diletakan di Jalan Cempaka Km 38, Jatimulya, Bekasi
Timur. Pabrik ini tidak jauh dengan pintu tol Bekasi Timur, sehingga akses
menuju kepabrik menjadi lebih mudah. Pabrik ini memiliki ruangan kantor,
laboratorium QC, plant I, plant II, tangki penampungan bahan baku,
warehouse, plant packaging, WWTP, kolam penampungan air bersih, kantin,
mushola, koperasi, dan toilet.
2.12
Tinjauan
Tentang Tenaga Kesehatan [6]
a. Pengertian
Tenaga Kesehatan
Kesehatan
merupakan hak dan kebutuhan dasar manusia. Dengan demikian Pemerintah mempunyai
kewajiban untuk mengadakan dan mengatur upaya pelayanan kesehatan yang dapat
dijangkau rakyatnya. Masyarakat, dari semua lapisan, memiliki hak dan
kesempatan yang sama untuk mendapat pelayanan kesehatan.
Tenaga
Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non
gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi,
Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan
tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah
yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik
manusia, serta lingkungannya.
Tenaga
kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan sekaligus pelaksana
pembangunan kesehatan sehingga tanpa tersedianya tenaga dalam jumlah dan jenis
yang sesuai, maka pembangunan kesehatan tidak akan dapat berjalan secara
optimal. Kebijakan tentang pendayagunaan tenaga kesehatan sangat dipengaruhi
oleh kebijakan kebijakan sektor lain, seperti: kebijakan sektor pendidikan,
kebijakan sektor ketenagakerjaan, sektor keuangan dan peraturan kepegawaian.
Kebijakan sektor kesehatan yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga
kesehatan antara lain: kebijakan tentang arah dan strategi pembangunan
kesehatan, kebijakan tentang pelayanan kesehatan, kebijakan tentang pendidikan
dan pelatihan tenaga kesehatan, dan kebijakan tentang pembiayaan kesehatan. Selain
dari pada itu, beberapa faktor makro yang berpengaruh terhadap pendayagunaan
tenaga kesehatan, yaitu: desentralisasi, globalisasi, menguatnya komersialisasi
pelayanan kesehatan, teknologi kesehatan dan informasi. Oleh karena itu,
kebijakan pendayagunaan tenaga kesehatan harus memperhatikan semua faktor di
atas.
b. Jenis
Tenaga Kesehatan
Tenaga
Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non
gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi,
Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan
tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah
yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik
manusia, serta lingkungannya.
Jenis
tenaga kesehatan terdiri dari :
a. Perawat
b. Perawat Gigi
c. Bidan
d. Fisioterapis
e. Refraksionis Optisien
f. Radiographer
g. Apoteker
h. Asisten Apoteker
i.
Analis
Farmasi
j.
Dokter
Umum
k. Dokter Gigi
l.
Dokter
Spesialis
m. Dokter Gigi Spesialis
n. Akupunkturis
o. Terapis Wicara dan
Okupasi Terapis.
c.
Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban
Kecelakaan Kerja
Kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan. Pekerja yang menderita
gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami
kecelakaan kerja. Menengok ke negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja
sudah sangat serius. Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost
benefit) suatu perusahaan atau negara akibat suatu kecelakaan kerja maupun
penyakit akibat kerja sangat besar dan dapat ditekan dengan upaya-upaya di
bidang kesehatan dan keselamatan kerja.
Di negara
maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja dan banyak buku serta
hasil penelitian yang berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja yang telah
diterbitkan. Di era globalisasi ini kita harus mengikuti trend yang ada
di negara maju. Dalam hal penanganan kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti
standar internasional agar industri kita tetap dapat ikut bersaing di pasar
global. Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja merupakan hal yang
sangat strategis. Ditinjau dari segi apapun niscaya akan menguntungkan baik
bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi)
nasional serta untuk menghadapi persaingan global.
Bagi
fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja akan menjadi
pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya untuk kasus-kasus kecelakaan
dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di setiap kawasan industri akan berdiri
rumah sakit pekerja sehingga hampir semua pekerja mempunyai akses untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Setelah itu perlu adanya
rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional. Sudah barang tentu hal ini
juga harus didukung dengan meluluskan spesialis kedokteran okupasi yang lebih
banyak lagi. Kelemahan dan kekurangan dalam pendirian rumah sakit pekerja dapat
diperbaiki kemudian dan jika ada penyimpangan dari misi utama berdirinya rumah
sakit tersebut harus kita kritisi bersama.
Kecelakaan
kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan materi. Salah satu
upaya dalam perlindungan tenaga kerja adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan
sesuai dengan UU dan peraturan Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan P3K
untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. P3K yang dimaksud
harus dikelola oleh tenaga kesehatan yang professional.
Yang
menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1 Tahun 1970 tentang
keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam pemberian P3K, UU No.13 Tahun 2000
tentang ketenagakerjaan, Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja ; tugas pokok meliputi P3K dan
Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
d.
Pengendalian
Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin
dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang
dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan
pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri
maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan
kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan
kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan
untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat
(prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan
kesehatan pekerja yang meliputi :
1)
Pemeriksaan
Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang
calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan
pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang
status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut
ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan
kepadanya. Anamnese umumΓΌPemerikasaan kesehatan awal ini meliputi:
a.
Anamnese
pekerjaan
b.
Penyakit
yang pernah diderita
c.
Alrergi
d.
Imunisasi
yang pernah didapat
e.
Pemeriksaan
badan
f.
Pemeriksaan
laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu :
-
Tuberkulin
test
-
Psiko
test
2)
Pemeriksaan
Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan
jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang
dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan
berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan
khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan
pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam
pekerjaan.
3)
Pemeriksaan
Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan
berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat
mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3
tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan
paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di
sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk
mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat
disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe
condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.
2.13
Masalah Kesehatan Dan
Keselamatan Kerja[6]
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non
kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu
kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban
tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai
suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas.
Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan
kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan
menurunkan produktivitas kerja.
a)
Kapasitas Kerja
Status
kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari
beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja
kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi
tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para
pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat
lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi
oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan,
sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala
terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
b)
Beban Kerja
Sebagai
pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24
jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium
menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang
berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya
perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat
beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih
relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara
berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
c)
Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat
mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational
Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja
(Occupational Disease & Work Related Diseases).
2.14
Faktor - faktor Kecelakaan
Studi
kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah industri
terdapat kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada industri mengatakan itu
sebagai kecenderungan kecelakaan. Untuk mengukur kecenderungan kecelakaan harus
menggunakan data dari situasi yang menunjukkan tingkat resiko yang ekivalen.
Begitupun,
pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus dianalisa, untuk seseorang yang
berada di kelas pelatihan kecenderungan kecelakaan mungkin hanya sedikit yang
diketahuinya. Satu lagi pertanyaan yang tak terjawab ialah apakah ada hubungan
yang signifikan antara kecenderungan terhadap kecelakaan yang kecil atau salah
satu kecelakaan yang besar. Pendekatan yang sering dilakukan untuk seorang
manager untuk salah satu faktor kecelakaan terhadap pekerja adalah dengan tidak
membayar upahnya. Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan hal diatas
akan menyebabkan berkurangnya rata-rata pendapatan, dan tidak membayar upah
pekerja akan membuat pekerja malas melakukan pekerjaannya dan terus membahayakan
diri mereka ataupun pekerja yang lain. Ada kemungkinan bahwa kejadian secara
acak dari sebuah kecelakaan dapat membuat faktor-faktor kecelakaan tersendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar