15 Oktober 2018

PROPOSAL KESELAMATAN KERJA BIDANG MANUFAKTUR



BAB  I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kondisi  keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi  tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.                   
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama.  Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.




1.2  Permasalahan
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.

1.3  Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dalam menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.















BAB  II
PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Keselamatan Kerja
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem manjemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan efektif.[2]
Image result for logo k3
Gambar 1.1 Logo K3 (Kesehatan Keselamatan Kerja)

2.2  Tujuan Keselamatan Kerja
Menciptakan suatu sistim keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan efektif. [2]
2.3  UU Tentang K3
Undang-Undang yang mengatur K3 adalah sebagai berikut[1] :
a)      Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Undang-Undang ini mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat kerja dan pekerja dalam melaksanakan keselamatan kerja.
b)      Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
Undang- Undang ini menyatakan bahwa secara khusus perusahaan berkewajiban memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik pekerja yang baru maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada pekerja, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala. Sebaliknya para pekerja juga berkewajiban memakai alat pelindung diri (APD) dengan tepat dan benar serta mematuhi semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.  Undang-undang nomor 23 tahun 1992, pasal 23 Tentang Kesehatan Kerja juga menekankan pentingnya kesehatan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya hingga diperoleh produktifitas kerja yang optimal. Karena itu, kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja.
c)      Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang-Undang ini mengatur mengenai segala hal yang berhubungan dengan ketenagakerjaan mulai dari upah kerja, jam kerja, hak maternal, cuti sampi dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
Sebagai penjabaran dan kelengkapan Undang-undang tersebut, Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) dan Keputusan Presiden terkait penyelenggaraan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), diantaranya adalah :
·         Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi
·         Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida
·         Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan
·         Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Akibat Hubungan Kerja

2.4  Sertifikasi ISO 45001
a.      Ikhtisar ISO 45001:2018
ISO 45001 adalah Standar Internasional yang menentukan persyaratan untuk sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (OH&S), dengan panduan penggunaannya, untuk memungkinkan sebuah organisasi memperbaiki kinerja K3 secara proaktif dalam mencegah Kecelakaan Kerja dan dampak buruk bagi kesehatan.
ISO 45001 dimaksudkan untuk diterapkan pada organisasi manapun tanpa memperhatikan ukuran, jenis dan sifatnya. Semua persyaratannya dimaksudkan untuk diintegrasikan ke dalam proses manajemen organisasi sendiri.[5]
Peningkatan perdagangan global memunculkan tantangan baru dalam hal kesehatan dan keselamatan, yang mendorong adanya kebutuhan akan standar sistem manajemen K3 internasional, guna memampukan tolok ukur global dan meningkatkan standar kesehatan dan keselamatan di tempat kerja. Untuk alasan inilah, ISO mengembangkan standar internasional yang akan dapat diterapkan pada berbagai organisasi seberapa pun besarnya, di segala sektor atau lokasi.
Pada Maret 2018, ISO 45001 dipublikasikan untuk meningkatkan konsistensi global dan menjadikan tempat kerja lebih aman dan lebih sehat untuk semua pihak. OHSAS 18001 akan ditarik dengan dipublikasikannya ISO 45001:2018 dan terdapat periode perpindahan tiga tahun sejak tanggal publikasi.[4]
Image result for iso 45001
Gambar 1.2 Logo OHSAS 18001 dan ISO 14001
b.      Manfaat ISO 45001:2018
Proses dan kendali K3 yang lebih kuat, keterlibatan lebih besar, dan integrasi mudah. ISO 45001 akan mendorong pengembangan proses sistematis yang, mengingat konteksnya yang lebih luas, akan mempertimbangkan risiko, peluang, persyaratan hukum, dan banyak lagi, yang akan membantu menanamkan K3 dengan kokoh pada inti organisasi guna memperbaiki kinerja K3.
Para pekerja akan mengambil peran aktif dalam K3, yang membantu mengurangi hilangnya waktu akibat kecelakaan atau penurunan kesehatan – sehingga menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik bagi karyawan Anda dan mengurangi biaya serta waktu henti dalam proses.
Struktur Tingkat Tinggi Annex SL yang digunakan ISO dalam standarnya yang baru dan direvisi menjadikan integrasi kendali sistem manajemen menjadi satu ‘sistem manajemen bisnis’ jauh lebih mudah, yang dapat membantu mengurangi beban dan upaya ganda.[4]
Berikut adalah beberapa manfaat penerapan ISO 45001[5] :
·         Sistem manajemen K3 berbasis ISO 45001 akan memungkinkan sebuah organisasi memperbaiki kinerjanya dengan:
·         Mengembangkan dan menerapkan Sistem Manajemen untuk mengurangi atau
·         meminimalisir kecelakaan kerja atau sakit akibat kerja
·         Membangun proses sistematis terkait dengan K3 yang mempertimbangkan “konteksnya” dan yang memperhitungkan risiko dan peluangnya, dan persyaratan hukum dan lainnya
·         Menentukan bahaya dan risiko yang terkait dengan aktivitasnya dan berusaha untuk menghilangkannya , atau melakukan kontrol untuk meminimalkan dampak potensial resiko dan bahayanya.
·         Menetapkan pengendalian operasional untuk mengelola risiko K3 dan persyaratan hukum dan lainnya
·         Meningkatkan kesadaran akan risiko K3
·         Mengevaluasi kinerja K3 dan berusaha untuk memperbaikinya, melalui tindakan yang tepat
·         Memastikan pekerja berperan aktif dalam masalah K3
·         Memaksimalkan Efektifitas dan Efisiensi pekerja dan alat dengan mengurangi downtime karena cedera atau sakit akibat kerja
·         Membuka Pasar baru terutama bagi customer yang mensyaratkan K3
·         Memenuhi persyaratan Tender, dll
·         Meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan dan perundangan dan mencegah permasalahan yang ditimbulkannya
·         Mengurangi keseluruhan biaya insiden
·         Mengurangi downtime dan biaya gangguan operasi
·         Mengurangi biaya premi asuransi
·         Mengurangi ketidakhadiran dan tingkat turnover karyawan







2.5  Alat Keselamatan Kerja
Pengamanan sebagai tindakan keselamatan kerja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan digolongkan sebagai berikut[3]:
a)      Pelindung diri; meliputi pelindung mata, tangan, hidung, kaki, kepala, dan telinga.
Image result for pelindung mata   Image result for safety handRelated image            Image result for safety shoesImage result for safety HELMET      Image result for safety ear
Gambar 1.3 Beberapa Alat Pelindung Diri

b)      Pelindung mesin, sebagai tindakan untuk melindungi mesin dari bahaya yang mungkin timbul dari luar atau dari dalam atau dari pekerja itu sendiri
c)      Alat pengaman listrik, yang setiap saat dapat membahayakan.
d)     Pengaman ruang, meliputi pemadam kebakaran, sistem alarm, air hidrant, penerangan yang cukup, ventilasi udara yang baik, dan sebagainya.
2.6  Penyebab Terjadinya Kecelakaan
Kecelakaan yang  sering terjadi diakibatkan oleh lebih dari satu sebab. Kecelakaan dapat dicegah dengan menghilangkan hal - hal yang menyebabkan kecelakan tersebut. Ada dua sebab utama terjadinya suatu kecelakaan. Pertama, tindakan yang tidak aman. Kedua, kondisi kerja yang tidak aman. Orang yang mengalami kecelakaan luka – luka sering kali disebabkan oleh orang lain atau karena tindakannya sendiri yang tidak menunjang keamanan. Berikut beberapa contoh tindakan yang tidak aman, antara lain:
·      Memakai peralatan tanpa menerima pelatihan yang tepat
·      Memakai alat atau peralatan dengan cara yang salah
·      Tanpa memakai perlengkapan alat pelindung, seperti kacamata pengaman, sarung tangan atau pelindung kepala jika pekerjaan tersebut memerlukannya
·      Bersendang gurau, tidak konsentrasi, bermain-main dengan teman sekerja atau alat perlengkapan lainnya.
·      Perilaku terburu – buru untuk melakukan pekerjaan dan membawa sesuatu yang berbahaya di tempat kerja
·      Membuat gangguan atau mencegah orang lain dari pekerjaannya atau mengizinkan orang lain mengambil alih pekerjaannya, padahal orang tersebut belum mengetahui pekerjaan tersebut.

2.7          Cara Pengendalian Ancaman Bahaya Kesehatan Kerja
·      Penanganan mekanisme : merubah prosedur kerja, menutup atau mengisolasi bahan – bahan berbahaya, menggunakan pekerjaan otomatis, melaukancara kerja basah dan ventilasi udara.
·      Pengendalian administrasi : mengurangi waktu pajanan, menyusun peraturan keselamatan dan kesehatan, memakai alat pelindung, memasang tanda – tanda peringatan, membuat daftar data bahan-bahan yang aman, melakukan pelatihan sistem penangganan darurat.
·      Pemantauan kesehatan : melakukan pemeriksaan kesehatan.

2.8          Jenis-jenis Kecelakaan pada Industri Manufaktur
Dibawah ini adalah beberapa contoh kecelakaan di industri manufaktur:
a.         Terjepit, terlindas
b.         Teriris, terpotong
c.         Jatuh terpeleset
d.        Tertabrak
e.         Berkontak dengan bahan yang berbahaya
f.          Terjatuh, terguling
g.         Kejatuhan barang dari atas
h.         Terkena benturan keras
i.           Terkena barang yang runtuh, roboh
Beberapa hal berbahaya di industri manufaktur adalah mengendalikan mesin atau peralatan dengan tenaga besar, mesin atau peralatan tersebut dapat beroperasi secara otomatis atau setengah otomatis atau beroperasi dengan menggunakan bahan kimia yang korosif. Kecelakaan kerja yang terjadi terbagi dalam 3 golongan bahaya, yaitu: bahaya kimia, bahaya fisik dan bahaya ergonomik.
·         Bahaya kimia: terhirup atau kontak kulit dengan cairan metal, cairan non metal, hidrokarbon, debu, uap steam, asap, gas dan embun beracun
·         Bahaya fisik: suhu lingkungan yang ekstrim panas dingin, radiasi non pengion dan pengion, bising, vibrasi dan tekanan udara yang tidak normal.
·         Bahaya ergonomik: bahaya karena pencahayaan yang kurang, pekerjaan pengangkutan dan peralatan.











2.9  Jumlah Pegawai Efektif
Untuk pegawai yang bekerja di perusahaan ini dibagi menjadi 2, yaitu;
a.       Pegawai Reguler
Pegawai yang tidak terlibat langsung dalam kegiatan produksi dan pengamanan pabrik. Untuk jumlah pegawai ini meliputi beberapa departemen seperti;
·         Departemen HRD (Human Resources Development)
·         Departemen GA (General Accounting)
·         Departemen Marketing
·         Departemen Produksi
·         Departemen Engineering
·         Departemen SHE (Safety Health and Environment)
·         Departemen QC (Quality Control)
·         Departemen Logistik
Dari kedelapan departemen tersebut diatas memilki 1 Manager, 1 Supervisor dan 2 Leader. Sehingga jika dijumlah menjadi:
[8 departemen x (1+1+2) = 32 Pegawai Reguler]
Dan ditambah oleh 3 anggota Leader departemen HRD, Marketing, GA dan SHE. Sehingga jika dijumlah menjadi:
[3 anggota x 2 leader x 4 departemen = 24 Pegawai Reguler]
Maka jumlah pegawai reguler di pabrik ini adalah;
[32 + 24 = 56 Pegawai Reguler]
b.      Pegawai Shift
Pegawai yang terlibat langsung dalam kegiatan produksi dan pengamanan pabrik. Di pabrik ini memiliki 3 shift untuk 1 harinya, dan memiliki 1 shift yang libur disatu hari itu sendiri. Untuk jumlah pegawai shift, tidak di semua departemen selalu ada, hanya beberapa pegawai saja yang termasuk dalam pegawai shift. Diantaranya adalah:

·         Pegawai shift Departement Produksi
Ada 10 pegawai di setiap shift. Jadi apabila dijumlah berarti:
[10 pegawai x 4 shift = 40 pegawai shift produksi]

·         Pegawai shift Departemen Engineering
Ada 5 pegawai disetiap shift. Jadi apabila dijumlah berarti:
[5 pegawai x 4 shift = 20  pegawai shift engineering]
·         Pegawai shift Departemen QC
Ada 3 pegawai disetia shift. Jadi apabila dijumlah berarti:
[3 pegawai x 4 shift = 12 pegawai shift QC]

·         Pegawai shift Departemen Logistik
Ada 10 pegawai di setiap shift. Jadi apabila dijumlah berarti:
[10 pegawai x 4 shift = 40 pegawai shift logistik]
Maka jumlah pegawai shift di pabrik ini adalah:
[40 + 20 + 12 + 40 = 112 Pegawai Shift]

Dan apabila Pegawai Reguler dan Pegawai Shift dijumlah menjadi:
[56 Pegawai Reguler + 112 Pegawai Shift = 168 Pegawai]













2.10       Batas Waktu Kerja Pegawai Efektif
Untuk pembatasan waktu kerja karyawan juga dibagi 2, yaitu:
a.         Pegawai Reguler
Waktu kerja pegawai reguler adalah sebagai berikut:
Hari Senin – Kamis               : 08:00 – 17:00
Istirahat                                 : 12:00 – 13:00
Hari Jumat                            : 08:00 – 17:00
Istirahat                                 : 11:30 – 13:00
Hari Sabtu dan Minggu libur

b.         Pegawai Shift
Waktu kerja pegawai shift adalah sebagai berikut:
Shift 1                                   : 08:00 – 16:00
Istirahat                                 : 12:00 – 13:00
Shift 2                                   : 16:00 – 24:00
Istirahat                                 : 18:00 – 19:00
Shift 3                                   : 00:00 – 08:00
Istirahat                                 : 05:00 – 06:00

2.11       Nama Perusahaan dan Tempat Beroperasi
Nama perusahaan yang direncanakan adalah PT. Sumi Asih (Oleochemical Industry) dan akan diletakan di Jalan Cempaka Km 38, Jatimulya, Bekasi Timur. Pabrik ini tidak jauh dengan pintu tol Bekasi Timur, sehingga akses menuju kepabrik menjadi lebih mudah. Pabrik ini memiliki ruangan kantor, laboratorium QC, plant I, plant II, tangki penampungan bahan baku, warehouse, plant packaging, WWTP, kolam penampungan air bersih, kantin, mushola, koperasi, dan toilet. 




2.12        Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan [6]
a.      Pengertian Tenaga Kesehatan
Kesehatan merupakan hak dan kebutuhan dasar manusia. Dengan demikian Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mengadakan dan mengatur upaya pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau rakyatnya. Masyarakat, dari semua lapisan, memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapat pelayanan kesehatan.
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.
Tenaga kesehatan berperan sebagai perencana, penggerak dan sekaligus pelaksana pembangunan kesehatan sehingga tanpa tersedianya tenaga dalam jumlah dan jenis yang sesuai, maka pembangunan kesehatan tidak akan dapat berjalan secara optimal. Kebijakan tentang pendayagunaan tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh kebijakan kebijakan sektor lain, seperti: kebijakan sektor pendidikan, kebijakan sektor ketenagakerjaan, sektor keuangan dan peraturan kepegawaian. Kebijakan sektor kesehatan yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan antara lain: kebijakan tentang arah dan strategi pembangunan kesehatan, kebijakan tentang pelayanan kesehatan, kebijakan tentang pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan, dan kebijakan tentang pembiayaan kesehatan. Selain dari pada itu, beberapa faktor makro yang berpengaruh terhadap pendayagunaan tenaga kesehatan, yaitu: desentralisasi, globalisasi, menguatnya komersialisasi pelayanan kesehatan, teknologi kesehatan dan informasi. Oleh karena itu, kebijakan pendayagunaan tenaga kesehatan harus memperhatikan semua faktor di atas.
b.      Jenis Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.
Jenis tenaga kesehatan terdiri dari :
a.       Perawat
b.      Perawat Gigi
c.       Bidan
d.      Fisioterapis
e.       Refraksionis Optisien
f.       Radiographer
g.      Apoteker
h.      Asisten Apoteker
i.        Analis Farmasi
j.        Dokter Umum
k.      Dokter Gigi
l.        Dokter Spesialis
m.    Dokter Gigi Spesialis
n.      Akupunkturis
o.      Terapis Wicara dan Okupasi Terapis.
c.         Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling berkaitan. Pekerja yang menderita gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan kerja. Menengok ke negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah sangat serius. Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara akibat suatu kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja.
Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan kerja dan banyak buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan. Di era globalisasi ini kita harus mengikuti trend yang ada di negara maju. Dalam hal penanganan kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar internasional agar industri kita tetap dapat ikut bersaing di pasar global. Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja merupakan hal yang sangat strategis. Ditinjau dari segi apapun niscaya akan menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi) nasional serta untuk menghadapi persaingan global.
Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di setiap kawasan industri akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga hampir semua pekerja mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Setelah itu perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional. Sudah barang tentu hal ini juga harus didukung dengan meluluskan spesialis kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi. Kelemahan dan kekurangan dalam pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki kemudian dan jika ada penyimpangan dari misi utama berdirinya rumah sakit tersebut harus kita kritisi bersama.
Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah di bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan kerugian jiwa dan materi. Salah satu upaya dalam perlindungan tenaga kerja adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai dengan UU dan peraturan Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan P3K untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. P3K yang dimaksud harus dikelola oleh tenaga kesehatan yang professional.
Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam pemberian P3K, UU No.13 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan, Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja ; tugas pokok meliputi P3K dan Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
d.        Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi :
1)     Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya.  Anamnese umumΓΌPemerikasaan kesehatan awal ini meliputi: 
a.      Anamnese pekerjaan
b.      Penyakit yang pernah diderita
c.      Alrergi
d.     Imunisasi yang pernah didapat
e.      Pemeriksaan badan
f.       Pemeriksaan laboratorium rutin Pemeriksaan tertentu :
-      Tuberkulin test
-      Psiko test
2)     Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
3)     Pemeriksaan Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.



2.13        Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja[6]
 Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.
a)      Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
b)     Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.

c)      Lingkungan Kerja
  Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).
2.14        Faktor - faktor Kecelakaan
 Studi kasus menunjukkan hanya proporsi yang kecil dari pekerja sebuah industri terdapat kecelakaan yang cukup banyak. Pekerja pada industri mengatakan itu sebagai kecenderungan kecelakaan. Untuk mengukur kecenderungan kecelakaan harus menggunakan data dari situasi yang menunjukkan tingkat resiko yang ekivalen.
 Begitupun, pelatihan yang diberikan kepada pekerja harus dianalisa, untuk seseorang yang berada di kelas pelatihan kecenderungan kecelakaan mungkin hanya sedikit yang diketahuinya. Satu lagi pertanyaan yang tak terjawab ialah apakah ada hubungan yang signifikan antara kecenderungan terhadap kecelakaan yang kecil atau salah satu kecelakaan yang besar. Pendekatan yang sering dilakukan untuk seorang manager untuk salah satu faktor kecelakaan terhadap pekerja adalah dengan tidak membayar upahnya. Bagaimanapun jika banyak pabrik yang melakukan hal diatas akan menyebabkan berkurangnya rata-rata pendapatan, dan tidak membayar upah pekerja akan membuat pekerja malas melakukan pekerjaannya dan terus membahayakan diri mereka ataupun pekerja yang lain. Ada kemungkinan bahwa kejadian secara acak dari sebuah kecelakaan dapat membuat faktor-faktor kecelakaan tersendiri.






DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar